Puisi : Bekas Luka Trauma Karya Reza Fahlevi
Bekas Luka Trauma
Terseok-seok menjalani hari
Terjatuh berulang kali
Batin penuh dengan luka trauma
Namun pada akhirnya
Aku masih juga bernapas
Aneh rasanya
Kulalui setiap fase dengan tenang
Namun ada kalanya api di dalam jiwa memercikkan amarah
Marah karna aku terus dilanda oleh kegagalan
Dan merasa diri tak mampu menghadapi setiap hambatan
Begitu aneh kehidupanku
Aku pernah menjadi orang yang paling sering berjalan di tengah sejuknya waktu subuh
Aku juga pernah menjadi orang yang melantunkan doa sekhidmat mungkin
Tapi sekarang nikmat itu terasa sirna
Yang kurasa hanya kekosongan
Hampa
Tak ada apa-apa
Memungkinkan segala sesuatu yang tak mungkin terjadi
Aku terus berandai
Mengandaikan jika diriku menjadi seperti mereka,
maka kehidupanku akan berjalan lebih baik
Tapi kenyataannya, aku bukanlah mereka
Aku adalah diriku sendiri yang linglung setiap saat bencana datang menerpa keteguhan batin
Berulang kali kucoba membuka buku suci
Buku suci yang berisi tentang pemahaman di balik lika-liku kehidupan manusia
Tertulis di situ perkara cara untuk mengatasi setiap permasalahan
Terkadang diriku mampu
Namun tak jarang juga aku gagal
Mereka mengutarakan bahwa hidup ini bagaikan sebuah perlombaan
Yang kalah akan dicaci
Yang menang akan dipuji
Semua hanya perkara sosial
Namun diriku tetap tidak merasakan sedikit pun maknanya
Lalu, orang bijak datang
Dia memancing sebuah pembahasan
Membuatku berbicara banyak sementara dia hanya mendengar
Kemudian
Sembari tersenyum, dia membelai rambutku, menatapku dan berkata,
“tetaplah menjadi dirimu sendiri. Jangan sampai kehidupan mengubah kepribadianmu yang selama ini mereka kenal.”
Dan, perkataannya membuatku tertegun panjang
Sebenarnya, jenis kehidupan macam apa yang dapat mengubah kepribadianku …? hingga mereka sudah tidak mengenali diriku lagi
Lantas kutelusuri ruang kenangan masa lalu dengan maksud mencari jawabannya
Dan kutemukan secarik kertas yang berdebu … saat aku berada di fase terbawah dalam kehidupan
Di situlah aku meremukkan diriku sendiri sampai aku tak lagi tahu siapa sebenarnya diriku ini
Dan mulai mengertilah aku …
Ketika aku sudah tak lagi mengenali siapa diriku, maka apalagi mereka …
Begitu banyak tahun berganti
Kulalui setiap fasenya dengan jati diri yang hilang
Kucoba menemukannya lagi
Namun kurasa … diriku yang dulu telah lama tenggelam di dasar samudera
Dan aku pun berjalan tanpa tau eksistensi dari wujud kehidupan itu sendiri
Aku bernapas tanpa lagi merasakan nikmat yang Tuhan berikan
Sungguh
Buku harianku kini telah berubah menjadi hitam nan pekat
Aku buta dari pandangan mata dan hati
Aku bodoh dalam bertutur kata dan bersikap
Aku hina di tengah masyarakat yang lalu lalang
Aku benar-benar mewujudkan diri menjelma bagaikan iblis
Terus saja menghasut diriku untuk berbuat sesuka hati
Tanpa peduli pada diri sendiri
Tanpa peduli pada mereka yang peduli
“Tuhan, jika Kau melihat masih ada waktuku yang tersisa di dunia ini, maka jadikanlah waktu itu sebagai momen diriku kembali.”
“Tuhan, jika Kau masih tetap memberiku kehidupan di sisa umur ini, maka izinkanlah aku mengubah persepsi diri … agar aku kembali merasakan getaran di hati … getaran yang telah lama hilang.”
Aku merindukan nikmat saat mendengar Kau memanggilku
Aku merindukan nikmat saat bibir dan lidahku menyebut nama-Mu
Aku merindukan nikmat saat menitikkan mata karna berdoa dan meminta kepada-Mu
Semua itu telah hilang
Namun aku masih hidup di sini
Dengan seribu dosa yang telah kulakukan
Aku hanya masih belum mengerti
Perkara ujian yang kulewati
Aku hanya masih belum paham
Perkara cobaan yang kini sedang melandaku
Kupikir diriku adalah manusia yang paling tersakiti
Tanpa kusadari ada mereka yang diuji lebih berat
Namun tak pernah sekali pun menyalahkan Tuhan
“Dan kenapa?”
Selalu saja pertanyaan itu terbesit di dalam kepala
Setiap saat ingin mengabaikannya
Malah semakin sering kudengungkan
Apakah semua ini terjadi karna memang sudah tertulis?
Atau semua ini adalah takdir yang mana aku, kau dan mereka mesti siap menerimanya?
Entahlah …
Aku hanya di sini sendirian
Mnatap awan sembari merasakan hari-hari terus berlalu sia-sia
Aku terus membatin dan menyalahkan keadaan
Tanpa menyadari bentuk kesalahan diriku sendiri