Postingan

Menampilkan postingan dari Januari 25, 2025

Puisi : Bangsa Yang Penih Kebohongan Karya Selena

  Bangsa yang Penuh Kebohongan Karya : Selena Di balik tirai angin malam, terdengar bisikan sunyi, sebuah negara yang berdiri megah, namun dipenuhi kabut dusta, seperti lukisan indah, yang rusak oleh warna kelabu. Soalnya, jalanan berdebu, tempat langkah kaki terhenti, bagaikan hati yang terjebak, dalam jaring janji palsu, setiap kata yang terucap, hanyalah bayangan kosong. Ritme kehidupan bergetar, di antara tawa yang dipaksakan, dan air mata yang tersembunyi, di balik senyuman biasa, seolah semua baik-baik saja, padahal ada luka yang menganga. Bangunan-bangunan menjulang, seperti harapan yang terbang tinggi, namun di dalamnya, jiwa-jiwa terkurung, mencari udara segar, dari kebohongan yang menyelimuti. Teriakan rakyat terbungkam, dalam lorong-lorong kegelapan, setiap suara yang hilang, adalah nyanyian yang dipatahkan, melodi kemarahan yang teredam, dalam kepingan waktu yang menyakitkan. Oh, negara yang berkelit, dari cermin kebenaran, apa yang kau sembunyikan? Dalam pelukan ilusi,...

Puisi : Topeng Karya Selena

  Topeng  Karya : Selena Di balik tawa renyah yang menggema, Tersembunyi bisikan hati yang penuh kepedihan. Mereka berdandan dengan riasan tebal, Menutupi luka dan air mata yang terpendam.   Oh, dunia fana yang penuh dengan sandiwara, Di mana kebahagiaan semu diumbar tanpa henti. Mereka berlomba-lomba untuk menonjol, Demi mendapatkan pengakuan dan kekaguman.   Mereka berbisik manis, menebar janji-janji kosong, Memikat hati dengan rayuan yang memikat. Namun, di balik kata-kata manis, Tersembunyi hati yang penuh dengan ambisi dan ketamakan.   Mereka menari-nari di atas tumpukan uang, Menganggap harta benda sebagai tujuan hidup. Mereka berlomba-lomba untuk menang, Tak peduli jika harus menginjak-injak orang lain.   Oh, dunia fana yang penuh dengan sandiwara, Di mana kebenaran tersembunyi di balik topeng kepura-puraan. Kesenangan semu, hanya tinggal sementara, Seolah-olah dunia ini hanya sebuah pertunjukan.   Mereka berpura-pura peduli, Menebarkan nasihat ...

Puisi : Kematian Bergilir Karya Selena

  KEMATIAN BERGILIR Karya : Selena Udara dingin mencengkeram jiwa, Bayangan kelam menari di sela-sela dedaunan. Embun pagi yang dingin, Berbisik cerita kematian yang menggila.   Di balik tabir kelam, Kematian berbisik, memanggil nama. Senyum maut, dingin dan mematikan, Merayap perlahan, menyelimuti jiwa.   Langkah kaki terhenti, jantung berdegup kencang, Hawa dingin menusuk tulang sumsum. Sesaat hening, sunyi yang mencekam, Menyirat rasa takut, menjerumus dalam ketakutan.   Aroma anyir menyeruak di udara, Bau darah yang tercium samar-samar, Memanggil bayangan buruk, Menegaskan bahwa maut sudah dekat.   Mata memandang kehampaan, Mencari jawaban dari kegelapan. Namun, yang ada hanyalah kesunyian, Yang semakin mencekam, menjerat jiwa.   Kematian berbisik pelan, Menawarkan bisikan maut, Yang menjanjikan kedamaian, Tapi, menyembunyikan kegelapan.   Sisi gelap hati terusik, Menanggapi panggilan maut dengan ragu. Apakah ini akhir dari perjalanan, Ataukah sebu...

Puisi : Hantu Rumah Tua Karya Selena

  Hantu Rumah Tua Karya : Selena   Di tengah hamparan sawah, berdiri megah, Sebuah rumah tua, berbalut misteri. Dindingnya retak, atapnya bolong, Menyimpan kisah kelam, terkubur dalam waktu.   Rumput liar merambat di dindingnya, Menutupi goresan masa lalu yang kelam. Jendela kaca pecah, terbanting angin, Menyerukan bisikan hantu, menusuk hati.   Di balik pintu kayu lapuk, Tersembunyi rahasia yang tak terungkap. Bau anyir darah dan debu bercampur, Membaui udara, mencengkeram jantung.   Langkah kaki perlahan, bergema di lorong sunyi, Menyentuh papan kayu, berderit mengerikan. Bayangan hitam menari di balik tirai, Menatapmu dengan mata kosong, tanpa emosi.   Di ruang tamu berdebu, kursi tua terbengkalai, Dulu tempat berkumpul keluarga bahagia. Kini hanya bayangan menghantuinya, Mencekam hati dengan tawa jahatnya.   Di dapur berlumuran darah, Terlihat pisau tajam, berlumuran sisa daging. Deringan telepon bergema di malam sunyi, Memanggilmu ke dalam neraka ...

Puisi : Malam Kelam Karya Selena

  MALAM KELAM  Karya : Selena    Di tengah malam yang sunyi senyap, Bayangan hitam menari di balik tirai. Desir angin berbisik, dingin menusuk, Mengantarkan mimpi buruk yang menggerogoti jiwa.   Tawa jahat bergema di lorong sunyi, Menyentuh saraf dan mencekam jantung. Langkah kaki perlahan mendekat, Membawamu ke dalam kegelapan yang tak berujung.   Di balik cermin, bayangan mengerikan, Menatapmu dengan mata yang kosong. Wajah pucat, bibir tipis tersenyum, Menyerukan bisikan maut yang mematikan.   Suara derit pintu, bergema di keheningan, Menandai kedatangan mahluk kegelapan. Kulit pucat, jari-jari panjang dan runcing, Menyerbu kegelapan dan menghancurkan ketenangan.   Bau anyir darah memenuhi udara, Membaui mimpi indah dan merampas ketenangan. Dering telepon bergema di tengah malam, Memanggilmu ke dalam jurang ketakutan.   Di bawah cahaya remang-remang, bayangan menari, Menyentuh dinding dan membuatmu merinding. Bisikan samar bergema di telin...

Puisi : Penjilat Karya Selena

  Penjilat Karya Selena Bandung 12 Nov 2024 Di dunia fana, penuh dengan sandiwara, Ada makhluk aneh, bertopeng bak juru bicara. Dengan lidah manis, memuji bak dewa, Padahal hatinya busuk, bak cacing di selokan.   Mereka bertekuk lutut, di hadapan sang penguasa, Menjilati luka, demi pujian dan kuasa. Kata-kata lembut, bak madu di telinga, Namun di baliknya, tersembunyi rencana busuk, tak terduga.   Mereka menebar janji, bak bintang di langit malam, Menjanjikan surga, padahal hanya mimpi belaka, selamanya hampa. Dengan tatapan mata tajam, penuh dengan licik, Mencari celah, untuk menguasai dan menghancurkan Lidah mereka bagai ular berbisa yang melata di taman hati. Kata-kata yang manis, tetes madu yang lengket, menempel erat di telinga, mengaburkan suara kebenaran.  Mereka mendekat, mengepulkan asap pujian, menyembunyikan api iri dan dendam di balik senyuman. Hahaha Dasar Penjilat!!  Ya.. Heii kau penjilat!!  makhluk yang licik dan berbahaya, Mencari keun...

Puisi : Kasih Ibu Karya Selena

  Kasih Ibu Karya : Selena Di antara jutaan bintang, kau bersinar paling terang, Sebuah mentari yang tak pernah padam, menghangatkan jiwa. Di tepian samudra luas, kau lautan kasih sayang, Yang memelukku erat, menenangkan setiap derita.   Engkaulah ibu, seperti pohon yang berakar kuat, Tegak menjulang tinggi, melindungi dari badai. Engkaulah ibu, seperti sungai yang mengalir tenang, Membawa hidupku ke muara yang menuntunku ke jalan.   Tanganmu yang lembut itu, mengelus pipiku kala ku lelah, Suara merdumu mengalun, menenangkan hatiku yang gelisah. Kasihmu tak terukur, tak pernah ternilai harganya, Sebuah anugerah terindah, yang selalu ada di sisiku.   Di senja hari, saat mentari mulai terbenam, Aku teringat akan kasihmu, yang tak pernah padam. Di tengah malam, saat bintang-bintang berkelap-kelip, Aku berbisik lirih, "Terima kasih bu, atas cintamu yang tak terhingga."   Meskipun waktu terus berlalu, Kasihku padamu tak akan pernah pudar. Di setiap langkahku, di seti...

Puisi : Malam Yang Sepi Karya Selena

  Malam yang sepi Karya : Selena Di taman senja, di bawah mentari redup, Ku duduk sendiri, menyapa angin yang berbisik pilu. Debu-debu menari, layu tak bergairah, Seperti hatiku yang remuk, tercabik-cabik rasa.   Ingatan masa lalu, bak hantu meneror malam, Menampilkan wajahmu, yang kini telah sirna. Senyumanmu yang dulu manis, kini bagai duri, Menoreh luka mendalam, di relung hatiku.   Langkah kakimu yang menjauh, menoreh jejak nestapa, Meninggalkan aku sendiri, dalam lautan duka. Harapan yang terpendam, layu tak berbunga, Seperti kelopak mawar, yang terjatuh di tanah yang kering.   Aku merangkul kesedihan Meneteskan air mata, bagai hujan yang tanpa henti. Di malam yang sunyi, aku berbisik lirih, "Kapan gerangan, hatiku akan sembuh?" "Kapan gerangan, hatiku akan pulih?" Langkahku terhenti, di tengah jalan sunyi Tak ada lagi tujuan, tak ada lagi mimpi Rasa hampa menyelimuti, seluruh jiwaku Menghilangkan semangat, dan menghancurkan asa Kau pergi, meninggalkan aku dala...

Puisi : Terhenti Tanpa Memiliki Karya Aip Orlandio

 *TERHENTI TANPA MEMILIKI* Pada pertukaran rasa yang tak seimbang, aku menaruh bimbang. Ketika meneruskan hanyalah berarti menambah perih pada luka lainnya, dan berhenti juga tak menyembuhkan apa-apa. Menaruh harap pada waktu yang akan menjawab, mungkin saja percuma; sebab hatimu sudah ada pemiliknya. Sedangkan aku, hanya tamu yang  diundang pada sedikit kesempatan saja. Belum genap memiliki, tapi hati ini seperti dipaksa berhenti mencintai. Harapan sudah mencapai menara tertinggi, tapi terjatuh karena tahu kau sudah ada yang memiliki. Kornea seperti tercelik pada realita. Tadinya pinta bergegas menyapa pencipta agar lekas menyatukan kita. Tapi doa-doa itu menabrak dinding negeri utopia, menyadarkanku bahwa seharusnya angan-angan berhenti disini saja agar tak menyakiti sesiapa. Andai pertemuan kita tak berbentur pada garis segitiga yang menyatukan aku, kamu, lalu dia pada sudut-sudutnya. Pada ketiba-tibaan datangnya sebuah rasa, aku memupuk asa. Seakan tidak peduli, bahwa bagi...

Puisi : Delusi Lara El & Syah Karya Aip Orlandio

 Hai El, apa kabar? Aku menulis surat ini kala sabit menghiasi langit malam. Berteman lagu Ruang Rindu milik Letto, beberapa lembar kertas biru, dengan segelas kopi jahe kesukaanmu tanpa makanan penutup apapun. Bersama semua itu aku mengingat beberapa bait tentang kita. Barangkali yang kutulis ini adalah apa yang telah kau tahu dariku. Barangkali pula itu sesuatu yang bosan kau dengar. Tapi akan tetap aku katakan, sebab rasanya jika tidak aku tuliskan maka aku tak cukup mampu menjelaskan mengapa dua lembar kertas ini sampai padamu. El, terima kasih pernah membuatku merasa dicintai. Aku tak pernah memiliki perasaan semenyenangkan itu seumur hidup sebelum kita bertemu. Aku menjadi mengerti mengapa banyak orang yang menanggalkan akal sehatnya demi perasaan itu —karena tak peduli bagaimana dunia melihatmu, saat ada satu orang yang memelukmu ketika hidup sedang hancur-hancurnya, maka semua akan terasa baik-baik saja. Maka, terima kasih untuk hadirmu kala malam kelam itu, di saat hidupku...

Puisi : Koitus Karya Aip Orlandio

 *KOITUS*  Kau bebas pergi ketimbang berpulang palung dan hanya berisik ketidakmampuan. Sebab aku masih penuh gelap dan kalap syahwat dengan segala yang disebut harap. Cumbuku menyesap inci bibir perhatian dan merayu lidah kasih sayang agar hidupku tak dirasa kekurangan. Bungkam mulutku dengan segala yang keras dan kasar sampai hilir tenggorokan tak lagi haus dengan obsesi dan kepedulian. Menarilah di leher kesombonganku yang jenjang dan buat aku mengerang oleh afirmasi yang mendebarkan.  Biar kubawa kau dari masturbasi pikiran kepada ejakulasi afeksi paling nyaman. Dan tersenyumlah melihat aku berlumur berahi atensi dari kau yang maha adiksi. Mandikan aku dengan segala amal manis yang menggebu bukan sekedar mani yang singkat dan bisu!  Aku ingin kaulihat dan kaupuja dengan hebat. Tanpa syarat. Tanpa perlu telanjang bejat. Namun kita tetaplah kita yang buta ego dan air mata; mana yang harusnya disetubuhi cinta? mana yang harusnya dijejal logika? dan bila sampai di te...

Puisi : Keiklasan Karya Aip Orlandio

 Puan... Kau lestari dalam anganku, terpatri dalam seluk beluk urat nadiku, menggerutu merdu dalam pusara logikaku, menyeruak indah pada titian frasa intuisiku, tertawa syahdu diambang batas niscayaku. Kubiarkan kau berbaring tenang disana, kuabadikan tentangmu sebagai pijar bintang berpangku sukma.  Puan... Jika cinta ini lautan hina, akankah kau bumi dengan samuderanya? Jika kau biru segara, apakah bagimu cintaku ini merupa bencana? Sejauh gurat yang kubaca, tintamu tetaplah gemercak rancu yang menghujamiku dengan rangkaian tanya tanpa susunan aksara. Sejauh hati ini merasa, megamu merundung angkasa bercampur mendung dan badai. Sedang aku langit dengan pasak rapuh yang dengan lancangnya mencoba mendekapmu penuh.  Kau terluka, dan aku lumpuh... Sebab itulah aku pergi, tapi lubuk hati terdalamku tak pernah sedikitpun membencimu. Kau tetaplah rangkaian bunga yang melingkari pergelangan lenganku. Namun kini ia merupa ungkapan kasih yang sudah tak mampu kuemban lagi hanya de...

Monolog : Balada Sumarah Karya Tentrem Lestari

BALADA SUMARAH Dewan hakim yang terhormat Dewan hakim yang terhormat! Dewan hakim yang terhormat ...! Perkenankan saya meralat ucapan jaksa Nama saya, Sumarah! Menjadi budak, buruh dan babu sudah menjadi pilihan hidup saya Bertahun-tahun saya menjilati kaki orang, merangkak dan hidup di bawah kaki orang Bertahun-tahun saya tahan mulut saya, saya lipat lidah saya agar tidak bicara Karena bicara berarti bencana bagi perut saya, perut si mbok dan bencana pula bagi para majikan Jadi tolong! Dewan hakim yang terhormat Kali ini izinkan saya mendongak dan membuka suara Jangan ditanya dan jangan dipotong  Kalau waktu berhenti saya akan diam Saya akan diam ... selamanya Sejak kecil  Saya tidak pernah berani mendongakkan wajah Apalagi di Karang Sari Desa tempat saya dilahirkan Pak Kasirin Guru madrasah saya penah menerangkan: "Pembunuhan para jendral itu, dilakukan sekelompok orang yang sangat keji, yang tergabung dalam organisasi pee kaa ii ...  PKI itu benar-benar biadab! untuk i...

Puisi : Dengan apa kupanggil kau, Indonesia? karya Arief Siddiq Razaan

 *dengan apa kupanggil kau, Indonesia?* karya: Arief Siddiq Razaan  dengan apa kupanggil kau, Indonesia? selain dengan aroma maut yang mengudara atas nama pekik merdeka, ketika tubuh kami ditembus peluru penjajah yang serakah, ketika bau anyir darah menjadi penanda merah di atas putih, sebuah bendera yang berkibar begitu gagah dan indah! di atas merah-putih, ribuan nyawa menggurat wajah sejarah: sumpah pemuda, proklamasi, pemberontakan G30S PKI, gerakan reformasi menjadi tubuh bangsa ini, sampai akhirnya Garuda Pancasila menjadi jantung abadi yang menghidupkan ibu pertiwi! dengan apa kupanggil kau, Indonesia? ketika sumpah pemuda yang lahir dari ribuan jasad pahlawan kini seperti ditelan zaman, ketika generasi penerus bangsa sibuk dengan urusan percintaan, ketika pejabat negara sibuk dengan urusan pencitraan, ketika demokrasi dikangkangi para bajingan yang haus dengan kekuasaan dengan apa kupanggil kau, Indonesia? ketika proklamasi hanya sebatas peringatan upacara bendera, sem...

Puisi : Kepergian Hati Karya Selena

KEPERGIAN HATI Dalam keheningan malam, air mata jatuh tanpa suara. Cinta yang dulu cerah, kini hancur berkeping-keping. Kenangan masih tertinggal dalam bayang-bayang pikiranku. Cinta yang begitu dalam, kini tertinggal. Gema tawamu menghantui mimpiku. Cinta yang begitu murni, terkoyak di jahitannya. Mawar yang dulu mekar di taman hati kita. Kini layu dan layu, terkoyak. Setiap kelopak jatuh seperti air mata dari mataku. Cinta yang dulu kuat, kini dipenuhi kebohongan. Rasa sakit karena kehilangan mencengkeram jiwaku erat-erat. Cinta yang dulu berapi-api, kini meredupkan cahaya. Aku mencari pelipur lara di kedalaman keputusasaan. Cinta yang dulu penuh harapan, kini tak dapat diperbaiki. Gema cinta kita memudar di malam hari. Cinta yang dulu bersemangat, kini hilang dalam penerbangan. Aku membisikkan namamu ke bintang-bintang di atas. Cinta yang dulu ditakdirkan, kini tanpa cinta. Rasa sakit di hatiku, pengingat yang terus-menerus. Cinta yang dulu abadi, kini hanya secercah. Aku merindukan...

Puisi : Bu Kumohon Bangun Bu Karya Selena

  BU, KUMOHON BANGUN BU 😥 Dalam keheningan malam, aku berdoa untukmu, ibu tersayang. Jiwamu yang lembut, kini diselimuti rasa sakit. Tawamu, yang dulu cerah bagai mentari pagi, Kini teredam oleh beratnya penyakit. Kenangan akan sentuhan lembutmu masih melekat dalam pikiranku, Saat aku duduk di sampingmu, merasa tak berdaya. Aku menggenggam tanganmu, yang lelah dan lapuk, Sebuah bukti dari pengorbanan yang telah kau perjuangkan. Setiap napas yang kau ambil, simfoni perjuangan, Namun kau terus berjuang, mercusuar kekuatan. Aku melihat kelelahan di matamu, Namun juga sekilas tekadmu  Kau seorang pejuang, ibu tersayang, Menghadapi badai ini dengan keanggunan dan keberanian. Aku menawarkan cintaku, untuk jiwamu yang lelah, Berharap itu akan meringankan rasa sakitmu, meski hanya sesaat. Aku membisikkan kata-kata dan doa Berharap dirimu bangun bu 🥺 Aku ingin melihatmu tersenyum lagi, Mendengar tawamu bergema di udara. Namun untuk saat ini, aku hanya akan berada di sini, Aku hanya b...

Puisi : Kosong Karya Selena

KOSONG Hari-hari yang pernah kita jalani, Kini tinggal kenangan yang memudar. Saat-saat yang pernah kita miliki, Kini tinggal bayang-bayang yang menghilang. Aku masih ingat senyummu yang manis, Aku masih ingat tawamu yang menggoda. Tapi kini, semuanya tinggal kenangan, Dan aku hanya bisa menangis dalam kesepian. Hati ini pernah penuh dengan harapan, Tapi kini, hanya ada kekosongan dan kesedihan. Aku mencari jawaban, tapi tidak ada, Hanya ada pertanyaan yang terus menghantui. Malam-malam yang pernah kita lewati, Kini tinggal bayang-bayang yang menghantui. Aku masih ingat suaramu yang lembut, Tapi kini, hanya ada kesunyian yang mengelilingi. Aku tahu, aku harus melanjutkan hidup, Tapi bagaimana caranya, ketika hati ini masih terluka? Aku tahu, aku harus melupakan, Tapi bagaimana caranya, ketika kenangan ini masih terasa begitu nyata? Hari-hari yang pernah kita jalani, Kini tinggal kenangan yang memudar. Saat-saat yang pernah kita miliki, Kini tinggal bayang-bayang yang menghilang. Aku ha...

Puisi : Kita Bisa Diulang Gak? Jujur Aku Berat Tanpa Kamu Karya Catatan Mara (Member Hago Literasi Puisi)

 "Kita bisa di ulang gak, jujur aku berat tanpa kamu" Ini hari kedua hari-hariku yang tanpa kamu. Jujur untuk terbiasa tanpa kamu itu berat juga ternyata. Aku rasain hari-hariku hampa sekarang. Ini serius kita harus jadi orang asing lagi? Apa gak ada cara lain untuk kita bisa ulang dan aku perbaiki semuanya? Pertemuan kita memang singkat tapi jujur kamu begitu membekas di hati. Jadi akunya kewalahan menghadapi saat kamu pergi ; aku belum terbiasa untuk itu. Iya, aku belum terbiasa kalau hari-hariku harus tanpa kamu. Kamu terlalu dalam masuk ke hati, jadi saat kamu pergi aku sulit mengobati hati. Setiap kali aku buka gallery ponsel, banyak sekali suatu hal yang bikin aku inget sama kamu. Dan ternyata benar buat aku lupain kamu itu berat banget. Apalagi perihal semua kenangan manisnya, sulit banget buat aku lupain. Kayaknya untuk bangkit kali ini, aku rasain bakalan lebih sulit. Perlu effort lebih buat lupain kamu sekarang. Sebab tanpa kamu sadari kehilanganmu sama halnya aku k...