Postingan

Menampilkan postingan dari Maret 3, 2025

Puisi : Rumah Yang Hanya Dikepala Karya Aip Orlandio

 *RUMAH YANG HANYA ADA DIKEPALA* Karya: Aip Orlandio Apa yang lebih ramai dari isi kepala lelaki?  Ia berjalan di trotoar yang bising, di sela gedung-gedung yang tak pernah mengingat namanya. Di kantongnya ada sisa gaji, di bahunya ada beban yang tak bisa ia hitung, di dadanya ada pertempuran yang tak bisa ia ceritakan. Dan lelaki, adalah musim hujan yang selalu datang sendirian, membasahi tanah yang tak pernah memintanya, menyuburkan luka yang ia ingin lupakan. Ia lelaki—mencari tempat istirahat di dunia yang tak memberinya sandaran, memanggul nama keluarga di punggungnya, menjejalkan mimpi-mimpi ke dalam lemari sempit, memilih diam agar tak ada yang tahu betapa ribut isi kepalanya. Ia tahu, dunia tak memberi jeda, dan lelaki tak diajarkan cara meminta waktu untuk bernapas. Maka ia berjalan, dengan kaki yang ia paksa kuat, dengan hati yang sudah lama kelelahan. Namun di suatu malam di bawah lampu jalan yang enggan redam, ia melihat bayangannya sendiri. Dan ia bertanya, “sampa...

Puisi : Biografi Tubuh Ibu karya : aip orlandio

 *BIOGRAFI TUBUH IBU* Karya: Aip Orlandio _Kata pertama yang ditulis ibu adalah namaku, di perutnya, sebelum ia bisa mengeja sakit._ Ibu, tubuhnya sebuah negeri— Di dahinya: jalan-jalan retak yang ia tempuh setiap subuh Di tangannya: sungai-sungai kecil yang mengering di musim susah Di kakinya: luka-luka yang ditinggalkan jarak Di punggungnya: gunung yang menanggung hari-hari Ibu, tubuhnya sebuah rumah,   atapnya rapuh,   tiangnya bengkok,   tapi dindingnya selalu terbuka.   _Kata pertama yang kulis adalah tangis, di tubuhnya, sebelum aku bisa mengeja dunia._ Ibu, tubuhnya sebuah pagi— Ia merebus matahari di dapur yang sempit,    menuangnya ke dalam cangkir,   memaksaku meneguknya sebelum aku sempat bertanya:   “Kenapa pagi selalu pahit?” Di perutnya: bunyi panci berdenting dengan nasib Di dadanya: kabut yang menolak pergi Di matanya: kalender yang tak bisa ia baca _ia lupa tanggal lahirnya sendiri, tapi ingat ka...

Puisi : Berdesakan Di Kepala Karya Aip Orlandio

 *BERDESAKAN DI KEPALA* Karya: Aip Orlandio Setiap malam. Setiap. Malam. Segala rupa urusan datang tanpa aba-aba, berjubel di kepala seperti penumpang Commuter Line di jam sibuk—berdesakan, tanpa ruang bernapas.    Gaji bulan ini? Menyusut lebih cepat dari niat menabung.   Makan besok? Bukan soal kenyang, tapi soal bertahan.   Lalu datanglah yang lebih berat: perkara keluarga yang lebih rumit dari benang kusut, pertanyaan soal jodoh yang lebih sering mampir daripada kepastian, bayangan rumah masa depan yang masih sebatas sketsa kabur, pekerjaan yang ingin kupilih tapi justru memilihku untuk ditolak.   Semuanya. Semuanya. Menumpuk di kepala seperti utang yang kupikir sementara, tapi ternyata betah menetap.   Rasanya ingin kupecahkan saja—biar berhamburan di lantai, biar bisa kulihat satu-satu:   "Oh, ini luka lama yang kukira sudah sembuh, ini cita-cita yang terbengkalai, ini beban yang katanya cuma lewat tapi malah mengina...

Puisi : Heimatlos : Aku asing bahkan dikepalaku sendiri karya Aip Orlandio

 *Heimatlos: Aku Asing, Bahkan di Kepalaku Sendiri* Karya: Aip Orlandio I Aku terbangun di tengah malam yang lupa namaku. Jam di dinding berderak, tapi tak menunjukkan arah.   Kursi di pojok kamar tampak letih, seperti tahu bahwa aku telah duduk terlalu lama di atas keraguan.   Buku-buku berserakan, halaman-halaman terbuka, tapi tak ada kata yang sanggup menjawab:   “harus ke mana aku sekarang?”  _Seseorang sedang berbicara dengan dirinya sendiri, tapi tak ada yang mendengar._ Kota ini terlalu gaduh untuk kesepianku.   Jalan-jalan membentang, tapi tak ada yang menuju rumah.   Aku berjalan, membawa tubuh yang semakin berat, membawa kepala yang penuh rencana-rencana, membawa hati yang tak tahu harus berharap pada siapa.   _Di depan lampu merah, aku berhenti. Menghitung nyawa yang melintas seperti angka_ II Aku menulis surat kepada diriku sendiri.   Isinya:   "Jangan menangis" Tapi aku tahu aku berboh...

Puisi : Bunga Sakura Karya Lirik Aksara

 Bunga sakura Kelopak bunga sakura jatuh berguguran Memeluk setiap perasaan yang berdebar Mimpi bersamamu di musim semi yang kuharapkan itu Bahkan kini masih terlihat, bunga sakura pun bertebaran Dari kereta aku dapat melihatnya Bayangan di hari itu Jembatan besar yang kita lewati di musim semi Waktu kelulusan pun datang Dan kau meninggalkan kota ini Di tepian sungai yang penuh warna, aku mencari hari itu Kita memilih jalan masing-masing Membawa musim semi menuju akhir Masa depan yang mekar sempurna Membuatku merasa tergesa-gesa Di jendela kereta pada jalur Odakyuu Tahun ini bunga sakura pun terbayang Suaramu tersimpan di dalam hatiku Dan aku dapat mendengarnya Kelopak bunga sakura jatuh berguguran Memeluk setiap perasaan yang berdebar Mimpi bersamamu di musim semi yang kuharapkan itu Bahkan kini masih terlihat, bunga sakura pun bertebaran Kalimat yang kuucapkan di awal surat Adalah "aku baik-baik saja" Kau tahu bahwa aku berbohong, iya kan? Bahkan kota yang berlalu ini Berbi...

Puisi ; 7 orange Karya Lirik Aksara

 7 Orange Orange - 7!! Kita berjalan dengan bahu yang sejalan Tertawa karena hal-hal sepele Seperti kita maju mengejar mimpi yang sama Jika aku mendengarnya dengan seksama, Aku masih bisa mendengarnya.. Suaramu.. mewarnai kota ini menjadi Orange Ketika kau tidak ada di sisiku, aku merasa sangat bosan. Namun, saat kukatakan aku kesepian, kau hanya tersenyum kepadaku Aku hanya terus menyebut hal-hal yang kutinggalkan Itu selalu bersinar terang, tak pernah pudar Seperti langit setelah hujan turun, seperti membersihkan hati seseorang Aku ingat senyummu, selalu terbayang di pikiranku Aku tidak bisa menahan senyuman, Pastinya, seperti kami di hari itu, Seperti anak kecil yang tidak bersalah Kami berlari melalui musim yang terus berganti, melihat masing masing hari esok Setiap kali aku sendirian dan mulai merasa tidak nyaman Disaat malam aku tidak bisa tidur Aku hanya ingin kita terus berbicara Aku ingin tahu apa yang akan kau lihat di sana Apakah sama dengan apa yang kulihat di sini Aku ...

Puisi : Menjadi Hujan

 MENJADI HUJAN Orang-orang dewasa itu aneh. Mereka bilang menyukai hujan, tapi selalu berlindung di balik payung, berlindung di bawah atap. Bahkan beberapa dari mereka memaki karena hujan membuat baju mereka basah. Mereka tidak benar-benar menyukai, hanya mulutnya saja, tindakannya tidak. Mereka hanya mencari sensasi atau sedang menjual romantisme. Nyatanya, mereka menyesali hujan yang tak kunjung reda, mendinginkan udara sekitar, dan membuat jemurannya tak kunjung kering. Sayang cintanya hanya sebatas kata, sayang katanya hanya sebatas kalimat status di media sosialnya. Hanya menjadi foto untuk mendukung kesenduannya. Aku rasa, kita tidak akan mengerti hujan kecuali menjadi hujan itu sendiri. Bagaimana bila sesekali kita mendengar kata orang bahwa mereka menyukai kita padahal dibelakang itu semua mereka tidak demikian. Manusia banyak yang seperti itu. Manusia telah terlatih untuk berpura-pura di hadapan orang lain. Memanipulasi sikapnya dan menyaring kata-katanya menjadi manis. Me...