Puisi : Kematian Bergilir Karya Selena


Udara dingin mencengkeram jiwa,

Bayangan kelam menari di sela-sela dedaunan.

Embun pagi yang dingin,

Berbisik cerita kematian yang menggila.

 

Di balik tabir kelam,

Kematian berbisik, memanggil nama.

Senyum maut, dingin dan mematikan,

Merayap perlahan, menyelimuti jiwa.

 

Langkah kaki terhenti, jantung berdegup kencang,

Hawa dingin menusuk tulang sumsum.

Sesaat hening, sunyi yang mencekam,

Menyirat rasa takut, menjerumus dalam ketakutan.

 

Aroma anyir menyeruak di udara,

Bau darah yang tercium samar-samar,

Memanggil bayangan buruk,

Menegaskan bahwa maut sudah dekat.

 

Mata memandang kehampaan,

Mencari jawaban dari kegelapan.

Namun, yang ada hanyalah kesunyian,

Yang semakin mencekam, menjerat jiwa.

 

Kematian berbisik pelan,

Menawarkan bisikan maut,

Yang menjanjikan kedamaian,

Tapi, menyembunyikan kegelapan.

 

Sisi gelap hati terusik,

Menanggapi panggilan maut dengan ragu.

Apakah ini akhir dari perjalanan,

Ataukah sebuah awal dari penderitaan?

 

Lembayung senja menyapa,

Menyiratkan kesedihan yang mendalam.

Jiwa meronta, ingin menolak ajal,

Namun, tak berdaya, tak kuasa melawan.

 

Dalam bisikan angin malam,

Terdengar tangisan, penuh kepedihan.

Kematian merenggut jiwa yang tak berdosa,

Menyerahkannya pada kegelapan.

 

Di balik tawa hantu,

Tersembunyi kesedihan yang mendalam.

Kematian, sebuah misteri yang tak terpecahkan,

Menyisakan luka yang tak terobati.

 

Di dalam kegelapan,

Kematian berbisik, menari-nari.

Menunggu korban selanjutnya,

Menyerahkan jiwa pada kehampaan.


Hantu-hantu berbisik,

Menyampaikan pesan kematian.

Bayangan-bayangan mengerikan,

Menjelma dalam mimpi-mimpi yang mencekam.

 

Di balik cermin tua,

Terpantul wajah pucat,

Menyeramkan, penuh dengan teror,

Mengingatkan kita akan ajal yang mendekat.

 

Jari-jari dingin mencengkeram,

Menggerogoti jiwa,

Mematikan semangat,

Membuat hati bergetar.

 

Gerakan bayangan di balik tirai,

Menyiratkan kehadiran maut.

Suara desahan nafas yang terengah-engah,

Menandakan akhir dari perjalanan.

 

Di balik kegelapan malam,

Tercium aroma kematian yang menyengat.

Menyentuh setiap indera,

Meracuni jiwa dengan ketakutan.

 

Kematian, sang pemburu,

Tak kenal ampun,

Mencari mangsa,

Membawa jiwa ke alam kekal.

 

Di alam kubur yang sunyi,

Kematian bertahta dengan megah.

Menunggu kedatangan jiwa-jiwa yang baru,

Menyerahkan mereka pada kegelapan.

 

Di balik kain kafan putih,

Terbaring tubuh yang tak bernyawa.

Hanya tinggal tulang belulang,

Menjadi bukti keberadaan.

 

Kematian, sebuah misteri yang tak terpecahkan,

Menyisakan pertanyaan yang tak terjawab.

Menjelma dalam berbagai bentuk,

Membuat manusia gemetar ketakutan.


Kematian berbisik,

Memanggil nama,

Menarik jiwa ke dalam kegelapan,

Meninggalkan kesedihan dan kepedihan.

 

Bunga-bunga layu,

Warna-warna memudar,

Mencerminkan kesedihan yang mendalam,

Kematian telah menyapa.

 

Di balik senyum maut,

Tersembunyi rasa sakit yang tak tertahankan.

Air mata mengalir,

Meneteskan kesedihan yang tak terlupakan.

 

Lembayung senja menyapa,

Menyiratkan kesedihan yang mendalam.

Jiwa meronta,

Ingin menolak ajal yang mendekat.

 

Namun, tak berdaya,

Tak kuasa melawan,

Kematian telah mendekat,

Memanggil jiwa yang tak berdaya.

 

Di dalam kesunyian,

Kematian menari-nari,

Menyerahkan jiwa pada kehampaan,

Meninggalkan luka yang tak terobati.

 

Di tengah tangisan dan kesedihan,

Kematian menyapa,

Membawa jiwa pada akhir perjalanan,

Menuju alam baka,

Yang tak terbayangkan.

 

Kematian,

Sang pencabut nyawa,

Menghantui setiap langkah,

Menyisakan ketakutan,

Yang tak terlupakan.

Postingan populer dari blog ini

PUISI : ᴛᴀɴʏᴀ ᴄɪɴᴛᴀ

Puisi : Bekas Luka Trauma Karya Reza Fahlevi

Puisi : Bukan Aku Yang Kau Butuhkan Karya Awan Hitam