Puisi : Padangku Tak Pernah Setandus Sekarang Karya Genta (Member Hago Literasi Puisi)
"PADANGKU TAK PERNAH SETANDUS SEKARANG"
Empat tahun silam ibu pergi meninggalkan kita semua.
Dengan penyakit yang di deritanya, beliau pergi dengan tenang.
Membuat kita kehilangan salah satu tangan yang selalu mampu berikan uluran.
Bahkan kepergian beliau pun mampu mengacaukan perjalanan bahtera yang sedang berlayar di lautan.
Ombaknya deras, anginnya kencang.
Kapal kita hampir kehilangan keseimbangan.
Ya, dua ribu dua puluh menjadi salah satu tahun terpahit untuk kita.
Apalagi bagi Ayah, yang harus menerima kenyataan separuh hidupnya telah pergi.
'Penyesalan' kata pelengkap yang sering muncul setelah kita menghadapi keadaan tersulit perihal kehilangan.
Lucunya penyesalan itu kini telah menghampiriku.
Ibu bilang, aku akan baik-baik saja setelah beliau tiada.
Tapi kenyataannya perkataan Ibu hanya omong kosong belaka.
Hidupku kini semakin terasa hampa.
Bahkan ibarat sebuah tulisan yang tak mempunyai makna.
Semua perjalanan hidup ini serasa berubah menjadi rentetan penyesalan semata.
Ya, sejak kepergianmu anakmu sedang tidak baik-baik saja.
Dulu, ketika aku nangis pengen jajan permen atau makanan ringan.
Ibu selalu ada untuk senantiasa membelikannya.
Meskipun beliau sedang capek karena baru pulang jualan gorengan.
Tetapi sekarang, tidak adalagi tangan yang setulus Ibu.
Dulu, ketika aku terjatuh sakit sampai harus dirawat di Rumah sakit.
Ibu selalu bisa menjadi petugas medis tambahan untuk merawat aku hingga membaik.
Meskipun sebenarnya beliau pun sedang tidak baik-baik saja.
Tapi sekarang, tidak ada lagi sentuhan sehangat tanganmu.
Dan dulu, ketika aku menangis gara-gara putus cinta.
Ibu selalu bisa meredakan akan air mataku yang mengalir.
Dengan kasih sayang yang tiada henti mengalir.
Tetapi sekarang, tidak adalagi yang sepertimu Bu.
Dan kini anakmu sedang di gerogoti rasa penyesalan.
Aku menyesal, karena belum bisa membuatmu bisa tersenyum karena berharap nilaiku tinggi disekolahan.
Aku menyesal, karena belum bisa membuatmu bangga dengan apa yang kulakukan.
Aku menyesal, karena dulu sering menyepelekan perjuanganmu.
Kini aku sadar, bahwa peranmu begitu berharga di kehidupanku.
Dulu waktu engkau masih ada, hidupku tak segelap ini.
Langitnya masih cerah, jingganya masih nampak indah.
Lautnya masih tenang, dan satu hal yang mungkin kalian belum tahu sebelum beliau pergi.
Padangku tak pernah setandus sekarang.
"Genta" 1 Oktober 2024