Puisi : Penjilat Karya Selena

Karya Selena
Bandung 12 Nov 2024


Di dunia fana, penuh dengan sandiwara,

Ada makhluk aneh, bertopeng bak juru bicara.

Dengan lidah manis, memuji bak dewa,

Padahal hatinya busuk, bak cacing di selokan.

 

Mereka bertekuk lutut, di hadapan sang penguasa,

Menjilati luka, demi pujian dan kuasa.

Kata-kata lembut, bak madu di telinga,

Namun di baliknya, tersembunyi rencana busuk, tak terduga.

 

Mereka menebar janji, bak bintang di langit malam,

Menjanjikan surga, padahal hanya mimpi belaka, selamanya hampa.

Dengan tatapan mata tajam, penuh dengan licik,

Mencari celah, untuk menguasai dan menghancurkan


Lidah mereka bagai ular berbisa yang melata di taman hati. Kata-kata yang manis, tetes madu yang lengket, menempel erat di telinga, mengaburkan suara kebenaran. 

Mereka mendekat, mengepulkan asap pujian, menyembunyikan api iri dan dendam di balik senyuman.


Hahaha

Dasar Penjilat!! 


Ya.. Heii kau penjilat!! 

makhluk yang licik dan berbahaya,

Mencari keuntungan dengan cara yang tak bermoral dan tercela.


Katanya dirimu setia, ternyata??? CUIH..


Dirimu hanya mencari kekuasaan yang tak terbatas bodoh!! 

Dirimu mengorbankan apa pun demi mencapai cita-citamu yang tak terhentikan.


Dirimu adalah bayangan, yang ikut menari di belakang sang penguasa,

Menunggu kesempatan untuk mengambil alih,

Menjilat dengan tekun, mempersiapkan pengkhianatan,

Tak henti-hentinya mencari celah untuk merebut kekuasaan.

 

Senyummu yang manis, bercampur racun dusta,

Menghiasi wajahmu yang penuh kepura-puraan.

Kau bisikkan kata-kata lembut nan menawan,

Sembari menusuk hati dengan pisau tajam.


Kau mungkin mendapatkan pujian, jabatan, dan kekayaanmu sementara

Tapi di mata orang-orang baik, kau hanyalah sampah yang tak berguna

Kau akan dicap sebagai pengkhianat, yang tak punya harga diri

Dan ditinggalkan sendirian, dalam kesunyian yang tak berujung.


Dirimu bisa berlagak teman, berteman dengan siapa pun

Asal ada untung, mereka rela menjilati kaki siapa pun

Menyeringai lebar, memuji segala tindakan

Meski absurd dan salah, tetap saja dielu-elukan.

 

Hatimu itu kosong, tak ada rasa hormat dan kejujuran

Hanya ada ambisi, yang tak terpuaskan oleh logika

Dirimu hanya menjilati kekuasaan, seperti layangan yang tak bertepi

Menggantung diri, pada angin sorak yang tak berujung


Kau yang berlagak jujur,

tapi hatimu busuk,bagai racun

mencari kesempatan,

untuk menjilati lebih dalam.


Bodoh bukan? (ketawa hina) 


Heeeiii..Kau mungkin saat ini merasa berkuasa, sementara menjilati para penguasa penguasa.. 

Tapi ingat!! kekuasaanmu hanya sementara dan tak abadi

Ketika badai menerjang, dan kekuasaanmu runtuh

Siapakah yang akan membantumu? siapa yang akan menghormati kau heii para penjilat?? 


kau bagai lalat yang hinggap di kotoran

Menghirup aroma busuk, dan menikmati kejijikan

Kau tak peduli, kebenaran atau kesalahan

Asal ada sedikit manis, kau rela mendekat.

 

Kau berlagak dekat dengan penguasa, mencari simpati

Padahal hatimu penuh dengan ambisi dan ketamakan

Kau rela menjilati kaki mereka, demi sepotong roti

Tanpa memperdulikan martabat dan harga dirimu bukan? 

 

Kau hanya mencari keuntungan, dari setiap celah yang terbuka

Kau hanya mencari keuntungan, dari setiap kesempatan yang ada

Kau terus menjilati kekuasaan, seperti anjing yang haus akan tulang

Tanpa mempertimbangkan akibat, yang akan menimpa diri.


GOBLOK & TOLOL!! 

ya.. Kau para penjilat yang bodoh hanya untuk mendapatkan apa yang kau mau

 

Apa yang biasa kau pikirkan heii para penjilat? 


Yang kau pikirkan itu hanyalah dengan otak dungumu itu

"Yang penting diriku mendapatkan apa yang ku inginkan"


Si Penjilat, si pemuja kekuasaan,

Menjilati kaki, demi kepuasan,

Hidungnya peka, mencium aroma kekayaan,

Bak anjing setia, berburu pujian dan tepukan.

 

Kata-kata manis, berdengung di telinganya,

Menyerap semua kebaikan, lupakan kesalahannya,

Menjadi bayangan, mengikut jejak langkah,

Membiarkan hati kering, terbius oleh keangkuhan.

 

"Wahai Sang Penguasa, kaulah yang terhebat!" teriaknya,

"Kejayaanmu menyaingi matahari, kaulah yang tercinta!"

Namun, di balik kata-kata itu, tersembunyi dendam,

Ia haus kekuasaan, bak ular haus darah.

 

Sang Penguasa, terlena dalam sanjungan,

Tak menyadari, hati Sang Penjilat busuk.

Ia memberikan jabatan, kekayaan, dan kekuasaan,

Hanya untuk mendapatkan loyalitas, yang tak pernah ada.

 

Penjilat-penjilat lainnya, mengikuti jejak,

Menawarkan pujian, untuk mendapatkan tempat,

Mereka berbisik, berbisik, di telinga Sang Penguasa,

Menawarkan ide-ide, yang tak pernah mereka jalani.

 

Mereka bagaikan cacing, memakan bangkai kekuasaan,

Mencari keuntungan, tanpa peduli keadilan.

Mereka menjilati, menjilati, tanpa henti,

Sampai Sang Penguasa, tak lagi dapat berpikir jernih.

 

Di tengah hiruk pikuk, hanya sedikit yang tersisa,

Yang berani berkata jujur, tanpa peduli dosa.

Mereka melihat kebohongan, yang tersembunyi di balik kata-kata,

Mereka melihat kebencian, yang tersembunyi di balik senyum.

 

Tapi suara mereka? Hanya teredam oleh suara penjilat,

Yang berbisik, berbisik, di telinga Sang Penguasa,

Sampai akhirnya, Sang Penguasa tersadar,

Bahwa ia telah dikelilingi oleh para penjilat.

 

Namun, apa yang bisa ia lakukan?

Kekuasaan telah membuatnya buta,

Ia tak lagi mampu membedakan,

Mana yang tulus, mana yang hanya penjilat.

 

Maka, negeri khayali itu, tenggelam dalam kehancuran,

Dihancurkan oleh para penjilat, dan kesombongan.

Hanya sedikit yang tersisa, untuk menceritakan kisah,

Tentang para penjilat, yang menghancurkan negeri khayali.


Karya selena 

~Sindiran untuk Penjilat munafik~

Postingan populer dari blog ini

PUISI : ᴛᴀɴʏᴀ ᴄɪɴᴛᴀ

Puisi : Bekas Luka Trauma Karya Reza Fahlevi

Puisi : Bukan Aku Yang Kau Butuhkan Karya Awan Hitam